GURU MANSYUR AHLI FALAQ DARI TANAH BETAWI






Guru Mansyur dilahirkan di Kampung Sawah, Jembatan Lima, Jakarta tahun 1295 Hijriah/ 1878 Masehi. Beliau wafat pada tahun 1967 Masehi. Ayahnya bernama Kyai Haji Abdul Hamid bin Muhammad Damiri. Pada zaman Haji Hamid ini banyak pemuda-pemudi betawi yang belajar masalah-masalah agama kepadanya, termasuk Guru Mansur yang banyak belajar dan dididik langsung oleh ayahnya.

Guru Mansur juga mempunyai hubungan biologis dengan trah Mataram dari garis ayah dapat ditemukan hubungan tersebut. Guru Mansur adalah putera Imam Abdul Hamid bi Imam Muhammad Damiri bin Imam Habib bin Abdul Mukhit. Abdul Mukhit adalah pangeran Tjokrodjojo Tumenggung Mataram.

Sejak kecil Guru Mansur sudah mulai tertarik dengan ilmu hisab atau ilmu falak, disamping ilmu-ilmu agama lainnya. Sesudah ayahnya meninggal, Guru Mansur belajar dari kakak kandungnya Kyai Haji Mahbub dan kakak misannya Kyai Haji Tabrani. Guru Mansur juga pernah belajar kepada seseorang ulama dari Mester Cornelis bernama Haji Mujtaba bin Ahmad sebelum pergi ke Mekah pada usia 16 tahun dan belajar di sana selama empat tahun.

Pada tahun 1894, Guru Mansur berangkat ke Mekkah Beliau berguru kepada Tuan Guru Umar Sumbawa. Beliau juga berguru kepada Guru Mukhtar, Guru Muhyiddin, Syekh Muhammad Hayyath. Selain itu Guru Mansur juga berguru dengan Sayyid Muhammad Hamid, Syekh Said Yamani, Umar al Hadromy dan Syekh Ali al-Mukri.

Setelah mukim selama 4 tahun, Guru Mansur kemudian kembali ke tanah air dengan terlebih dahulu singgah di Aden, Benggala, Kalkuta, Burma, India, Malaya dan Singapura. Sekembalinya di kampung halamannya, Guru Mansur mulai membantu ayahnya mengajar di madrasah Kampung Sawah. Sejak tahun 1907, beliau mengajar di Jamiatul Khair, Kampung Tenabang.

Setibanya di kampung halaman, ia mulai membantu ayahnya mengajar di rumah. Bahkan ia sudah ditunjuk seabagai pengganti sewaktu-waktu ayahnya berhalangan. Selain mengajar di tempatnya, beliau juga mengajar di Madrasah Jam’iyyah Khoir, Pekojan pada tahun 1907 Masehi. Kemudian diangkat menjadi penasehat syar’i dalam organisasi Ijtimak-UI Khoiriyah. Pada tahun 1915, Guru Mansur diangkat menjadi penghulu daerah Penjaringan-Betawi dan pernah juga menjabat sebagai Rois Nahdatul Ulama cabang Betawi ketika zamannya Kyai Haji Hasyim Asy’ari.

Cita-cita dan pengalaman Guru Mansur dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama islam telah dibuktikannya dengan jalan berdakwah, mendidik, dan membina pemuda-pemudi harapan bangsa dan agama. Sebagai sasaran penunjang cita-cita tersebut, beliau mendirikan sekolah, madrasah, dan pesantren, serta majlis taklim.

Menurut informasi dari Kyai Haji Fatahillah (cucu Guru Mansur), tak ada ulama lain pada masanya yang menguasai ilmu falak selain Guru Mansur. Di samping berdakwah dengan lisan, beliau juga berdakwah dengan tulisan.

Di masa hidupnya, Guru Mansur telah menulis 19 buku berbahasa Arab yaitu:



  • Sullamunnarain
  • Khulasatuljadawil
  • kaifiyatul amal ijtima, khusuf wal kusuf
  • Mizanul I’tidal
  • Washilatuth thullab
  • Jadwal dawairul falakiyah
  • Majmu’ arba rasail fi mas’alatil hilal
  • Rub’ul mujayyab
  • Mukhtasar iktima’unnairain
  • Tajkirotun nafi’ah fisihati ‘amalissaum wal fitr
  • Tudhul adillah fissihatissaum wal fitr
  • Jadwal faraid
  • Al lu’lu ulmankhum fi khulasoh mabahist sittah ulum
  • I’rabul jurumiyah annafi’ lil mubtadi
  • Silsilatissanat fiddin wa ittisoluha sayyidul musalin
  • Tashriful abwal limatan bina
  • Jidwal kiblat
  • Jidwal au kutussolah
  • Tathbiq amalul ijtima’ wal khusuh wal kusuf


Guru Mansyur mendalami ilmu falak karena dulu di Betawi orang menetapkan awal Ramadhan dan hari lebaran dengan melihat bulan. Kepala penghulu Betawi menugaskan dua orang pegawainya untuk melihat bulan. Jika bulan terlihat, maka pegawai tadi lari ke kantornya memberi tahu kepala penghulu. Kepala penghulu meneruskan berita itu kepada mesjid terdekat. Mesjid terdekat memukul bedug bertalu-talu tanda esok lebaran tiba. Kanak-kanak yang mendengar bedug bergembira, lalu mereka berlarian ke jalan raya sambil bernyanyi lagu dalam bahasa Sunda.

Lebaran Tong lebaran
Iraha Tong iraha
Isukan Tong isukan

Tetapi banyak juga orang yang tidak mendengar pemberitahuan melalui bedug. Akibatnya lebaran dirayakan dalam waktu yang berbeda.

Guru Mansyur memahami permasalahan ini. Karena itu Guru Mansyur mendalami ilmu falak. Setiap
menjelang lebaran Guru Mansyur mengumumkan berdasarkan perhitungan ilmu hisab lebaran akan jatuh dua hari lagi, umpamanya.

Dalam adat Betawi Guru orang yang sangat alim, ilmunya tinggi, menguasai kitab-kitab agama, dan menguasai secara khusus keilmuan tertentu. Di atas Guru dato’. Dato’ lebih dari Guru, dan Dato’ menguasai ilmu kejiwaan yang dalam. Di bawah Guru mu’alim. Mu’alim ilmunya masih di bawah Guru. Di bawah Mualim ustadz. Ustadz pengajar pemula agama. Di bawah Ustadz guru ngaji. Guru ngaji mengajar mengenal huruf Arab.

Guru Mansur adalah pengajur kemerdekaan Indonesia.


Beliau menyerukan agar bangsa Indonesia memasang atau mengibarkan bendera merah putih.  Beliau menyerukan persatuan umat dengan slogannya yang terkenal, rempuk! Yang artinya musyawarah (perkataan ini kemungkina besar  maksudnya sama dengan rembuk). Beliau menuntut agar hari Jum’at dinyatakan sebagai hari libur bagi umat Islam. Pada tahun 1925 tatkala masjid Cikini di Jalan Raden Saleh hendak dibongkar dan pembongkaran ini disetujui oleh Raad Agama (pengadilan agama) Guru Mansur melancarkan protes keras sehingga akhirnya pembongkaran masjid tersebut dibatalkan.

Pada tahun 1948 tatkala kota Jakarta berada dalam kekuasaan de facto Belanda, Guru Mansur sering berurusan dengan  Hoofd Bureau kepolisian di Gambir karena beliau memasang bendera merah putih di menara masjid Kampung Sawah. Meskipun di bawah ancaman bedil NICA/Belanda, Guru Mansur tetap mempertahankan Sang Saka Merah Putih yang berkibar di menara masjid.

Guru Mansur pernah dibujuk kaki tangan Belanda agar mengubah sikapnya yang konfrontatif terhadap Belanda dan sebaliknay diminta agar menurut saja apa yang dikehendaki Belanda seraya disodorkan setumpuk uang kepadanya, namun bujukan itu ditolak mentah-mentah oleh Guru Mansur. Dengan suara lantang, Guru Mansur berkata, “Islam tidak mau ditindas, saya enggak mau ngelonin kebatilan”.

Beliau adalah Guru yang amat dihormati bukan saja oleh masyarakat Betawi tetapi juga oleh kalangan yang lebih luas. Tokoh-tokoh Betawi seperti M. Natsir dan KH. Isa Anshary sering sekali berkunjung ke kediaman Guru Mansur. Baik M. Natsir maupun KH. Isa Anshary bila berkunjung ke kediaman Guru Mansur ditemani oleh Lurah Tanah Sereal M. Ramdhan.

Guru Mansyur wafat pada tanggal 12 Mei 1967 pukul 16.40. Jenasahnya dimakamkan di halaman mesjid Jembatan Lima. Orang Betawi senantiasa ingat akan pesannya: “Rempug! Kalau jahil belajar. Kalau alim mengajar. Kalau sakit berobat. Kalau jahat lekas tobat”.


Referensi :

Sumber:Ridwan Saidi, 1997, Profil Orang Betawi, Asal Muasal, Kebudayaan, Dan Adat Istiadatnya, PT. Gunara Kata, Hal: 200-206

https://www.facebook.com/pages/Biografi-Ulama-Betawi-Benteng-Aswaja/356258801124851

No comments: